Bukan anggur merah Orang Tua

 


Dibesarkan dari keluarga yang biasa aja, membuat diriku pun menjadi orang yang biasa. Yang pasti bukan anak sultan seperti layaknya Rafathar. Bapak dan Ibuku bukan orang berada, bukan pula orang berpendidikan tinggi. Orang tuaku terlihat biasa saja dengan karakternya yang berbeda satu sama lain.

Ibuku orang yang terbilang loyal, mudah memberi ke orang lain, jiwa empatinya pun tinggi, setidaknya itu yang aku ingat darinya. Sementara Bapakku, sebagaimana umumnya stigma orang Jawa, beliau bisa dibilang agak perhitungan soal uang. Bukannya pelit, hanya saja berusaha memperhitungkan segalanya agar tidak keluar berlebihan. Sungguh berbeda dengan Ibuku.

Bicara soal asal daerah, kedua orang tuaku bukanlah orang yang berasal dari daerah yang sama. Ibu asli dari Tangsel, yang bisa dikatakan sebagai orang betawi tulen. Keluarga ibuku pun semuanya betawians, ehe. Berbeda dengan Bapak yang asalnya dari Jogja. Namun ia tumbuh besar di Jakarta. Sejak kecil tak pernah sekalipun aku mendengar bapak berbicara bahasa Jawa. Begitu juga ketika saudaranya berkunjung ke rumah, bapak hanya membalas dengan bahasa indonesia. Sepertinya Jogja hanya kota kelahirannya bukan kampung halamannya. Kami pun, anak-anak mereka memiliki sebutan JaWi, walaupun ga ada jawa-jawanya, sih.

Ibu dan bapak, meskipun sudah lama tidak bertemu, tapi…

aku

_Tulisan gaje ini dibuat dalam rangka #30DaysWritingChallenge, dan tema ini sesuai dengan hari kedua #Day4 challenge ini_

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.